BALEG DORONG PEMERINTAH SELESAIKAN RUU KKR
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI akan mendorong Pemerintah untuk segera menyelesaikan penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (RUU KKR).
Hal ini dikemukakan saat rapat dengar pendapat umum dengan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Rabu (23/2) di gedung DPR, yang dipimpin Guntur Sasono (Fraksi Partai Demokrat).
Guntur mengatakan, DPR perlu mendesak Pemerintah untuk segera menyusun RUU ini mengingat RUU tersebut merupakan usul inisiatif Pemerintah dan masuk dalam Program Legislasi Nasional RUU Prioritas Tahun 2011.
Walaupun inisiatif RUU ini bukan dari DPR, namun masukan-masukan yang disampaikan pihak-pihak terkait seperti ELSAM sangat berguna sebagai bahan Badan Legislasi ikut mendorong Pemerintah untuk segera menyelesaikannya.
Guntur menambahkan, Baleg DPR RI saat ini juga sedang menyiapkan RUU tentang Penanganan Konflik Sosial yang merupakan usul inisiatif DPR. Barangkali, kata Guntur, ada keterkaitan antara ke dua RUU tersebut.
Pada kesempatan tersebut dia meminta Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat untuk dapat menyerahkan naskah akademik RUU tersebut kepada Baleg. “Jika Naskah Akademiknya sudah ada, anggota Baleg tentunya dapat mempelajari dan saling melengkapi guna penyempurnaan RUU dimaksud,” katanya.
Sementara Pieter C. Zulkifli Simabuea dari fraksi yang sama mengatakan, jika RUU ini disahkan akan banyak tantangan yang dihadapi. Menurut Pieter, sebuah pelanggaran tidak boleh mengabaikan prinsip-prinsip formil dan materiil. Untuk itu dia menanyakan metodologi apa yang dipakai Elsam sehingga dapat mengumpulkan data yang lengkap itu.
Pieter menambahkan, keinginan untuk segera membahas RUU ini sangat baik, namun jangan terkesan setelah RUU ini disahkan banyak komisi baru yang dibentuk tapi tidak efektif. “Jangan sampai terjadi kontra produktif ini akan berbahaya,” katanya. Tentunya, kata Pieter, ini merupakan masukan juga buat Elsam untuk dijadikan kajian mendalam terhadap RUU ini.
Direktur Eksekutif ELSAM Indri Saptaningrum mengatakan, meskipun konstitusionalitas dan urgensi KKR begitu terang benderang, begitu jelas mandat reformasi, serta adanya dukungan internasional yang tidak sediki, namun perkembangan pembentukan kembali UU KKR nampak sangat tertatih-tatih.
Walaupun sudah berjalan lebih dari empat tahun pasca pembatalan UU Nomor 27 Tahun 2004 tentang KKR, pembahasan RUU KKR yang baru belum juga dilakukan. Keterlambatan pembentukan kembali UU KKR ini, jelas menghambat perkembangan kebangsaan untuk melaju ke depan, karena belum adanya penyelesaian beraneka ragam persoalan yang terjadi di masa lalu.
Imbas paling buruk, katanya, dialami oleh para korban, khususnya mereka yang semakin tua dan renta, sebab hingga menjelang akhir hayatnya mereka belum juga mendapatkan keadilan yang semestinya.
Untuk itu, dia mengharapkan dukungan semua pihak, khususnya DPR dan Presiden dalam pembentukan kebijakan terkait dengan KKR.
Dukungan ini, katanya, akan sangat menentukan percepatan pembahasan dan pembentukan UU yang baru. Penyegeraan pembentukan UU KKR yang baru, akan menjadi bukti ketaatan konstitusional pembentuk UU (Presiden dan DPR), kepada UUD 1945.
Sebaliknya, penundaan/pengunduran atau bahkan pembatalan pembentukan UU KKR yang baru, adalah satu bentuk penghianatan terhadap UUD 1945 dan amanat reformasi. Sebab MPR sebagai manifestasi seluruh rakyat Indonesia dan juga MK sudah sangat jelas menyatakan urgensi dan konstitusionalitas dari Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.
Elsam merekomendasikan kepada DPR perlunya mengagendakan pembahasan RUU KKR dengan segera mengingat begitu mendesaknya kebutuhan untuk menyelesaikan beragam persoalan masa lalu yang menjadi salah satu mandat reformasi.
Selain itu, mempersiapkan rencana pembahasan RUU KKR melalui komunikasi intensif dengan pemerintah, mengingat dalam penyusunannya RUU ini menjadi inisiatif dari pemerintah. (tt) foto:iw/parle